KOTA DAGANG CIREBON SEBAGAI BANDAR JALUR SUTRA
- Cirebon Awal
Sudah sejak zaman kuno posisi kepulauan nusantara menjadi tempat persilangan jaringan lalu lintas laut yang menghubungkan benua timur dengan benua barat. Perkembangna lebih lanjut ialah bermunculannya kota-kota disepanjnag pantai timur samudra indonesia dan pantai utara pulau jawa, termasuk didalamnya kota pelabuhan cirebon yang aktif memainkan peranan penting terutama didunia perdagangan. Kota cirebon yang terletak di tepi sungai merupakan pelabuhan yang baik, sebeb dapat dilalui oleh kapal-kapal besar sampai jauh ke pedalaman. Di daerah pedalaman ddihasilkan beras dan bahan pangan lainnya sebagai komoditi ekspor, ditambah pula dengan pemerintahan yang stabil mendorong cirebon sebagai salah satu kota pelabuhan yang penting tembat berkembangnya perdagangan, agama dan kebudayaan.
Pada kurun waktu antara 1910-1937 cirebon disahkan menjadi gementee cheirebon. Berita tentang nama cirebon menurut sumber portugis, yaitu berita dari tome pires yang menyebut cirebon sebagai “chorobon”. Menurut catatan pires. Cirebon adalah sebuah pelabuhan yang indah dan selalu ada empat sampai lima kapal yang berlabuh disana.
Sedangkan menurut naskah cerita purwaka caruban nagari, yang disusun oleh pangeran arya carbon pada 1720 Masehi, istilah cirebon asalnya dari kata “caruban”, kemudian “carbon”. Dan akhirnya “cirebon”. Caruban berarti campuran, karena tempat itu dahulunya didiami oleh penduduk dari berbagai bangsa, agama, bahasa. Sedangkan carbon menurut para wali disebut “puser jagat”, karena negara yang terletak ditengah-tengah pulau jawa. Istilah cirebon menurut kiratabasa (Volksetymologi) berasal dari kata “ci-rebon”. Ci bahasa sunda berarti air, dan rebon sejenis udang kecil, jika dihubungkan dengan kenyataan, bahwa cirebon dari dulu hingga saat ini merupakan penghasil udang terasi.
Wilayah cirebon sebelum berdirinya kekuasaan politim islam dibawah sunan gunung jati dibedakan atas dua daerah, yaitu:
1. Daerah pesisir yang disebut dengan cirebon larang
2. Daerah pedalaman yang disebut cirebon girang
Kemudian cirebon pada saat dipegang oleh panmebahan Ratu dan banten di bawah maulana yusuf wilayah jawa barat dibagi atas dua daerah, yaitu:
1. Daerah disebelah barat sungai citarum termasuk ke dalam wilayah banten
2. Daerah di sebelah timur sungai citarum termasuk ke dalam wilayah cirebon.
- 2. Struktur Masyarakat
Penggolongan masyarakat kota pada zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan islam di cirebon pada abad ke-17 dapat dibagi tiga golongan:
a. Golongan Atas
Golongan ini adalah golongan kaum bangsawan tingkat atas, elit birokrasi (tradisional) yang sekaligus merupakan elit agama. Golongan ini terdiri atas sultan/raja beserta keluarganya dan para pejabat tinggi kerajaan.
b. Golongan Menengah
Kaum menengah ini terdiri atas pegawai kerajaan tingkat menengah, pemuka agama, syahbandar, dan lain-lian. Syahbandar bukan ornag-orang pribumi saja tetapi orang-orang asing pun ada. Di cirebon yang menjadi syahbandar dari orang belanda. Syahbandar di banten adalah ornag cina dan gujarat, dan batavia orang jepang.
c. Golongan Bawah
Golongan ini adalah lapisan masyarakat biasa atau masyarakat kecil yang pada umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai petani, pedagang, tukang, nelayan, dll.
- Cirebon sebagai bandar niaga
Pihak cina rupanya merasa tertarik dengan pelabuhan cirebon, telah diketahui bhawa hasrat akan sutera cina yang berkilauan, yang katanya senilai emas, membuka jalan bagi jlaur sutera melalui daratan sepanjang 6.400 kilometer melintasi asia yang berlangsung selama berabad-aabad. Sayangnya, jalur sutera melalui daratan ini merupaakan rute yang sulit, melihat kenyataan yang demikian, parsa pedagang berusaha mencari jalur alternatif yang lebih mudah dan aman, yaitu dalam sistem transportasi laut.
Dengan ditemukannya jalur sutera “lewat laut”. Maka muncul pelabuhan-pelabuhan baru sebagai pusat-pusat perdagangan yang membentang dari cina ke eropa, dimana nusantara masuk kedalam jaringan perdagangan tersebut. Begitu juga cirebon, letak geografisnya di daerah pesisir pantai pulau jawa tentu saja termasuk ke dalam mata rantai dalam perdagangan internasional (jalur sutera) pada masa itu.
Bandar cirebon semakin ramai dan baik untuk perhubungan laut antar pars-mesir dan arab cina dan pelabuhan lainnya. Kepesatan perkembangan pelabuhan cirebon didukung pula oleh politik ekspansi kerajaan islam (dibawah pimpinan demak) untuk menguasai pelabuhan-pelabuhan kerajaan pajajaran.
Hubungan pelabuhan dengan pedalaman
Kota-kota pelabuhan biasanya berperan sebagai pusat ekonomi di wilayahnya, dengan fungsinya sebagai jalur impor dan ekspor ke daeraah pedalaman yang terpencil, yang dihubungkan dengan jalan sungai atau laut. Dari sudut ekonomi, pelabuhan cirebon ini berfungsi sebagai tempat menampung surplus dari wilayah pedalaman untuk didistribusikan ke tempat-tempat lain yang membutuhkan.
Pelabuhan cirebon memang didukung oleh wilayah pedalaman yang dapat diandalkan sebagai pemasok bahan-bahan pertanian. Dari produksi pertanian yang berasal dari daerah pedalaman ini cirebon menjadi pelabuhan yang ramai sebab bahan-bahan pertanian itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat internasional, kenyataan ini yang menjadikan cirebon terkenal sebagai salah satu penghasil beras di jawa.
Denagan banyaknya para pesaghang dari manca negarake pelabuhan cirebon, tentu saja banyak pula barang-barang yang berasal dari luar masuk ke cirebon. Barang-barang itulah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat wilayah pedalaman sebab masyarakat pedalaman tidak dapat memproduksi barang-barang tersebut. Barang tersebut meliputi: logam besi, emas, dan perak, serta tekstil halus seperti sutera dan barang-barang keramik halus.
Perkembangan cirebon sebagai kota pelabuhan didukung oleh sistem pemerintahan yang cukup baik, serta adanya jalan-jalan darat meskipun kondisinya belum tentu baik.
- Kondisi perdagangan dan sistem pertukaran barang
Menurut catatan tome pires dapat diketahui bahwa pada masa itu cirebon merupakan pelabuhan yang bagus dan ramai, banyak kapal yang berlaabuh disana antara 3 atau 4 junk dan beberapa lancara.
Sumber sejarah juga membuktikan bahwa pedagang cina mempunyai peranan yang besar sebagaimana ditunjukan oleh penggunaan mata uang cina sebagai alat tukar utama di jawa. Uang cina tersebut tentu tidak dibuat sendiri melainkan didatangkan langsung dari negeri cina, impor mata uang cina sendiri terus berlangsung sampai masa VOC. Bukti-bukti yang lain berupa terdapatnyaa keramik cina, kain sutera, kelenteng dan vihara disetiap pelabuhan yang ada di jawa.
Selain uang cina alat tukar laain yang ada dalam jalinan perdagangan di pulau jawa ialah uang portugis yang dikenal dengan nama crusandos, uang malaka yang disebut calais, dan uang lokal jawa yang disebut tumdaya atau tail. Sayangnya diantara mata uang tersebut tidak jelas mata uang mana yang dijadikan ukuran. Sejauh yang dapat diketahui dari sumber sejarah, diantara mata uang tersebut terdapat perbandingan nilai. Misalnya, mata uang cina yang memiliki nilai kecil diberi lubang ditengahnya, sehingga mata uang tersebut dapat dibuat ikatan sampai seratus buah. Setiap ikatan yang memuat 100 keping uang logam tersebut memiliki nilai yang sama dengan lima calais Malaka. Untuk mata uang dengan nilai besar terdapat juga nlai mata uang emas yang nilainya sama dengan 3000 calais atau Crusados.
Batavia, ibukota VOC di Asia merupakan pusat perdagangan utama dipesisir jawa. Begitu pulla dengan bandar cirebon. Kolonial belanda mulai menancapkan kekuasaan melalui serangkaian perjanjian. Dalam perjanjian antara VOC dengan sultan-sultan cirebon, dalam bidang politik, VOC menekan agar Cirebon membatalkan segala macam perjanjian dengan mataram. Sedangkan dibidang ekonomi, VOC melakukan monopoli perdagangan baik untuk ekspor maupun impor barang. Dengan demikian, perdagangan cirebon praktis dikuasai oleh kompeni belanda. Peranan bandar Cirebon dalam jaringan pasar dunia otomatis berada ditangan kompeni belanda. Akan tetapi, kebijakan kolonial belanda yang menjadikan Batavia sebagai ibu kota pemerintahannya, tentunya belanda lebih memprioritaskan pembangunan pelabuhan di Batavia (Tanjung Priok). Oleh sebeb itu, meskipun bandar cirebon telah diperbaiki dan diperluas, hal iu hanya menempatkan cirebon sebagai pelabuhan menengah bukan sebagai pelabu han besar.
- Sarana Transportasi
Sarana yang sangat menunjang dalam aktifitas perniagaan adlah alat transportasi. Untuk kerajaan-keraajaan di wilayah pantai, alat transportaasi yang paling utama adalah perahu. Dari catatan Tome Pires pada tahun 1513 di Cirebon setiap waktu setidaknya ada 3 atau 4 jung (Sejenis Perahu Besar) yang berlabuh disana, sedangkan lancara (Sejenis perahui yang laju jalannya) banyak berlabuh. Junk memang merupakan alat transportasi yang terkenal dimana-mana. Junk disamping dijadikan sebagai ukuran untuk menenukan besar kecilnya sebuah pelabuhan, juga dipakai sebagai alat pengukur kekuatan suatu kerajaan. Semakin banyak kapal junk yang dimiliki oleh suatu kerajaan maka keraajaan itu dinilai sebagai kerajaan yang besar.
Menurut Tjiptoatmodjo dengan mengemukakan catatan kompeni dari awal abad ke-17 yang memuat nama-nama perahu di jawa. Nama-nama perah itu ialah Contingh (Perahu conting jawa berukuran kecil dan bertiang satu), tiang (Sejenis perahu besar), Gorap (perahu bertiang dua), galjoot (perahu layar berukuran lebar dan datar dengan satu atau dua tiang), dan Gallion (perahu layar besar dengan tiga atau empat tiang dan geladak yang tinggi.
Pelabuhan Cirebon sebagai pelabuhan transito dilabuhi oleh berbagai jenis perahu baik yang berukuran besar maupun yang berukuran kecil. Perahu (kapal) yang berukuran besar meliputi : junk, lancara, pangjava, brigantine, shallop, dan pinisi. Sedangkan perahu kecil meliputi pencalong, cunea, mayang, lesung, sampan, sope, jegong, tembon, bondet, konting, jukung katir, prawean, lete, janggolan dan lambo. Secara umum perahu-perahu yang berada di sepanjang pantai pulau jawa dan madura, juga terdapat di pelabuhan cirebon.
Transportasi darat di cirebon setelah dikuasai oleh kompeni belanda mendapat perhatian yang seruis. Perhatian itu muncul sejalan dengan kebutuhan mengangkut hasil tanaman ekspor yang terdapat didaerah pedalaman, karenaa muncul keluhan dari kalangan pemerintah mengenai kondisi jalan ini, maka dibuatlah jalan kereta api. Kereta api pertama yang menghubungkan cirebon dengan daerah-daerah lain dimulai dengan dibukanya jalur semarang-cirebon sepanjang 275 Km yang mulai dibangun pada ytahun 1893. Jalurb kereta api yang kedua adalah yang menghubungkan cirebon dengan cikampek pada tahun 1909 dan kemudian jalur yang menghubungkan cirebon dengan Kroya pada tahun 1912.
- Perkembangan Cirebon
Terbentuknya dan brerperannya cirebon sebagai bandar niaga tidak terlepas dari perkembangan dunia internasional yang disebabkan oleh adanya motof ekonomi, politik dan agama. Ketiga unsur tersebut membentuk suatu formula yang berperan sebagai prime mover yang melandasi perilaku an aktifitas setiap bangsa. Botif ekonomi mendorong berbagai bangsa untuk mencari komoditas yang bernilai tinggi, tidak peduli sejauh mana keberadaan komoditas itu. Hasrat itu memacu teknologi perkapalan dan navigasi yang mendorong pencarian wilayah-wilayah baru. Motif politik menempatkan bangsa-bangsa pendatang sebagai bangsa yang selalu berusaha merebut dan memaksakan hegemoninya. Sedangkan faktor agama melahirkan perasaan sebagai “bangsa yang paling beradab” yang mempunyai tugas suci ”memperadabkan bangsa-banggsa yang masih primitif” .
Unsur-unsur ekonmomi, politik, dan agama merupakan daya dorong dan daya dukung bagi daya dukuing bagi bangsa-bangsa untuk bekrjassama, berkompetisi, bahkan berperang.
Peranan cirebon sebagai kota pelabuhan dapat ddikatakan mempunyai tiga peran, yaitu sebagai centre of change, centre of integration dan centre of culture.
Sebagai pusat perubahan (centre of change), cirebon memulai dengn dirinya sendiri, hal itu tampak dari keberadaan cirebon (indrapraasta) sebagai tempat “mandi suci agama hindu” (pada masa tarumanegara) lambat laun berubah menjadi kota pelabuhan dari sebuah kerajaan yang bercorak islam. Perubahan itu disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal itu berupa “semangat dunia” yang mendorong ditemukannya jalur-jalur pelayaran baru yang secara otomatis membuka wilayah-wilayah baru, dimana cirebon merupakan satu diantara mata rantai yang terbentuk. Adapun faktor intern berupa sumber daya alam dan manusia. Sumber daya alam cirebon memang sangat mendukung tebentuknya sebagai kota pelabuhan. Kondisi pantainya yang landai, ditambah lagi dengan adanya sungai yang dapat dilayari sampai jauh ke pedalaman dan potensi wilayah pedalaman yang menyediakn “komoditas ekspor” merupakan daya dukung yang meneguhkan cirebon sebagai kota pelabuhan. Namun demikian tanpa dukungan sumber daya manusia, sumber daya alam itu tidak berarti apa-apa. Tradisi maritim dan agraris yang dimiliki masyarakat cirebon menambah modal dasar bagi terbentuknya cirebon sebagai kota pelabuhan. Hal lain yang perlu digarisbawahi ialah kemampuan masyarakat cirebon mengalah “pengaruh dari luar” (dalam arti yang luas) untuk diintegrasikan dan dikembangkan.
Dengan berkembangnya kota cirebon dan adanya berbagai pengaruh yang masuk, maka caakrawala masyarakat cirebon bertambah luas. Kesadaran baru tumbuh, masyarakat merasakan suatu kebutuhan akan adanyaa suatu wadah yang dapat menjamin perkembangan hidup mereka, terutama sekali untuk melindungi diri dari berbagai ancaman yang datang dari daerah pedalaman maupun dari seberang lautan. Kesaadaran itu melahirkan sebuah kerajaan. Karena memang unsur-unsur pendukungnya berupa pemerintahan, rahyat, dan wilayah yang potensial telah tersedia.
Munculnya cirebon sebagai sebuah kerajaan, berarti cirebon mempunyai peluang untuk mengelola dan mengembangkan dirinya. Bahkan sebagai kerajaan islam, cirebon berhasil menyebarluaskan aagama islam ke seluruh jawa barat. Sebagai kerajaan islam yang pertama di jawa barat, cirebon menjadi pusat penyebaran agama islam yang dampaknya melahirkan perubahan-perubahan yang sangat fundamental bagi seluruh masyarakat di jaawa barat.
Di bidang politik, dengnan ideologi islamnya cirebn berhasil menghapuskan kerajaan yangn bercorak hindu di jawa barat. Meskipun kerajaan pajajaran hancur karena diserang oleh kerajaan banten namun bantenlah yang membidani kelahiran kerajaan banten.
Dibidang ekonomi, cirebon menjadi pusat kegiatan perekonomian. Lalu lintas perdagangan untuk wilayah priangan timurnmau tidak mau harus melalui pelabuhan cirebon, kondisi ini tentu saja melahirkan cirebon sebaagai tembaat bergantung bagi masyarakat yang berada di wilayah priangan timur.
Di bidang kebudayaan, cirebon mengalami kemajuan yang sangat pesat, berkembangnya pelabuhan cirebon secara otomatis meningkatkan interaksi masyarakat cirebon dengan berbagai bangsa seperti arab, parsi, india, inggris, belanda dan cina. Dengan adanya interaksi itu, terjadi pula kontaak budaya yang sangat intensif baik yang bersifat imitasi, asimilasi, maupun akulturasi. Politik kerajaan cirebon yang menekankan asas selektif, adaptif, kreatif dan inofatif mendorong kebudayaan cirebonnke arah pperadaban yang tinggi. Kondidi seperti ini memungkinkan dcirebon sebagai centet of cultural bagi wilayah-wilayah sekelilingnya.
No comments:
Post a Comment